Minggu, 11 Februari 2018

Cerpen - Misteri Cinta di Seperempat Perjalanan

“Misteri Cinta di Seperempat Perjalanan”

            Suara burung mulai berkicauan. Sinar matahari sudah mulai menyinari alam semesta.
Pagi ini masih sama seperti pagi biasanya, namun ada yang spesial di pagi ini. Aku dan teman-teman akan melaksanakan kemping bersama disekolah, dalam rangka perpisahan kelas. Dilapangan basket tepatnya, teman-teman sudah berkumpul bersama wali kelas. Ternyata mereka sudah lama menunggu kedatanganku.
            “Hey, Rina. Kenapa kamu diam disitu? Ayo cepat kesini, kami sudah lama menunggumu!” teriak salah seorang temanku
(Aku pun bergegas menghampiri mereka)
            Wali kelasku ya bu Winda namanya, beliau mendata seluruh siswa yang mengikuti kegiatan kemping ini.
            “Anak-anak, sudah berkumpul semua? Tolong dicek teman-teman kalian!” Tanya bu Winda
            “Sudah hadir semua bu.” jawabku
            “Baiklah, kalau sudah hadir semua kita mulai kegiatan ini dengan membaca do’a bersama-sama. Selanjutnya kita mulai mendirikan tenda untuk istirahat nanti malam.”
            Masih sama seperti sebelumnya, suasana masih belum tenang, karena seluruh peserta masih sibuk mendirikan tenda.
            Setelah semuanya selesai mendirikan tenda, bu Winda mengumpulkan seluruh peserta untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya.
            “Anak-anak ayo berkumpul!” seru bu Winda
(Seluruh peserta berkumpul)
            “Baik anak-anak, sudah siap untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya?” Tanya bu Winda kepada seluruh peserta
            “Sudah siap bu” Jawab seluruh peserta
            “Baik, jadwal kita sekarang adalah outbond.”
            “Horeeee.” seluruh peserta bersorak
            Kami bersiap-siap, membawa perbekalan yang perlu dibawa. Termasuk makanan dan minuman. Kami sangat menikmati perjalanan yang kami lalui. Berbagai pengalaman dan rintangan kami lewati. Saat ditengah perjalanan, terjadilah sebuah kecelakaan, aku yang sedang menikmati perjalanan tiba-tiba ……… “Awwww, toloooong! Ternyata apa yang terjadi? Aku menginjak paku yang cukup besar, paku itu menancap di kakiku. Darah merah yang masih segar mengalir dari telapak kakiku yang masih tertutupi oleh sepatu. Aku pun menangis kesakitan.
            Ketika teman-temanku yang lain sudah berjalan jauh didepanku. Tiba-tiba Jhoni teman laki-laki sekaligus orang yang aku sukai bergegas menghampiri.
            “Kamu kenapa Rin?” Jhoni bertanya dengan sangat khawatir
            “I…i…ini Jhon, kakiku menginjak paku.” Jawabku sambil menangis kesakitan
            “Coba buka sepatumu biar aku lihat luka di kakimu.”
(Aku pun membuka sepatuku)
            “Ya ampun Rin, luka di kakimu sangat parah.”
            “Jhon, sakit. Aku sudah tidak kuat.” sambil menangis
            “Tunggu ya Rin, biar aku susul  bu Winda dan teman-teman yang lain dulu.” Jhoni berlari sambil berteriak “Bu Windaaaaaa!! Teman-temaaaan!!”
            Bu Winda mendengar suara Jhoni dan menghentikan perjalanannya.
            “Anak-anak, kalian mendengar suara?” Tanya bu Winda kepada para peserta
            “Iya bu, aku mendengar teriakan.” jawab Abel teman dekatku
            “Coba kalian cek teman-teman kalian!”
(Para peserta mengecek teman-temannya)
            “Bu, Rina dan Jhoni tidak ada.” lapor Abel
            “Ya ampun, jangan-jangan tadi suara teriakan Jhoni. Ayo kita kembali , jangan teruskan perjalanan!” bu Winda bergegas dengan penuh rasa khawatir
            Mereka kembali dan tidak meneruskan perjalanannya.
            “Itu Jhoni dan Rina bu.” seru Abel
            “Iya nak, ayo cepat kita kesana!”
            Jhoni masih membersihkan darah di kakiku, perasaanku bercampur aduk. Rasa sakit dan rasa senang menghampiriku saat ini. Laki-laki yang aku sukai dari sejak lama dan sehari-harinya bersikap cuek dan cool. Kini ia sangat memperhatikanku.
            “Jhoni, Rina. Ada apa ini?” Tanya bu Winda
            “Ini bu, Rina kecelakaan” jawab Jhoni
            “Ya sudah, ayo kita kembali ke sekolah. Rina, kamu masih bisa berjalan?” Tanya bu Winda kepada Rina
(Aku masih menangis menahan rasa sakit)
            “Sepertinya Rina masih kesakitan bu, biar saya gendong Rina sampai ke sekolah”. Jhoni berkata sambil menggendongku
            Kami langsung kembali ke sekolah. Saat diperjalanan ………
            “Jhon, maaf ya sudah merepotkan kamu.”
            “Udahlah, tidak apa-apa Rin, lagian ini sebuah kecelakaan.” jawab Jhoni
            Kami kembali ke sekolah dengan berjalan kaki, Jhoni menggendongku sampai ke sekolah. Perasaan campur adukku datang kembali. Ada yang aneh dengan Jhoni, kenapa Jhoni bisa sampai perhatian seperti ini kepadaku?
            Setibanya di sekolah, hari pun sudah gelap. Kami beristirahat. Malam harinya kami membuat api unggun. Saat semua orang sedang bersenang-senang, aku hanya duduk sambil menahan dinginnya malam. Lalu tiba-tiba Jhoni menghampiriku sambil membawakanku satu buah mantel kecil.
            “Hey Rin, bagaimana keadaanmu sekarang?”
            “Kakiku masih terasa sakit.”
“Ya sudah, kamu istirahat yang cukup. Ini aku bawakan kamu mantel untuk menghilangkan rasa dingin”. Sambil memakaikan sebuah mantel kepadaku
“Makasih ya Jhon”. Sambil tersenyum manis
“Rin, semenjak kejadian tadi siang tidak tau kenapa perasaanku jadi berbeda sama kamu, setelah aku pikir-pikir. Ada salahnya tidak jika aku menyukaikmu?” Jhoni mengawali pembicaraan
“Apa kamu tidak salah Jhon, berkata seperti itu kepadaku?”
“Tidak Rin, perasaan ini tulus. Sepertinya cintaku bersemi di Seperempat Perjalanan tadi. Saat aku menolongmu dari kecelakaan”
“Ta…tapi Jhon. Kalau boleh jujur sudah lama juga aku menyimpan peerasaan yang sama”.
“Serius kamu Rin? Kalau begitu, mau tidak kamu jadi pacar aku?”
“Apa tidak terlalu cepat?”
“Tidak! Aku sudah tidak bisa membohongi perasaanku ini. Kalau kamu mau, kita jadikan perpisahan ini sebagai awal dari kebahagiaan kita dan kita jadikan api unggun yang menyala disana menjadi saksi cinta kita berdua”. Jhoni menjelaskan isi hatinya
“Maaf Jhon! Aku tidak bisa. Ini sungguh terlalu cepat”. aku masuk kedalam tenda
Waktu menunjukkan pukul 00.00 WIB. Disaat semua orang sudah memasuki tendanya masing-masing. Aku belum tertidur. Angin diluar sana tiba-tiba menghembus sangat kencang, api unggun yang tadinya menyala sangat terang, kini padam oleh tiupan angin. Bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Saat teman-temanku sudah tertidur, tiba-tiba aku ingin membuang air kecil. Aku tidak berani membangunkan temanku Abel yang sedang teridur  lelap. Aku melawan rasa takutku untuk pergi membuang air kecil ke kamar mandi.
Setibanya di kamar mandi, tiupan angin itu semakin kencang. Bulu kudukku semakin merinding. Saat aku tiba dikamar mandi laki-laki, kebetulan kamar mandi di sekolah ku jarak antara kamar mandi laki-laki dan perempuan bersebelahan. Aku mendengar suara siraman air di kamar mandi perempuan. Aku semakin takut, tidak lama kemudian terlihat sebuah gayung melayang sedang menyiramkan air. Aku berlari terbirit-birit sambil berteriak.
“Toloong-tolongg!” namun tidak ada yang mendengar suara teriakanku. Sambil berlari kembali ke tenda, aku terpaksa harus membuang ari kecil dicelana karena sudah tidak tahan.
Pagi harinya, semua peserta bersiap-siap ke kamar mandi. Saat Abel hendak memasukki kamar mandi, tiba-tiba Abel berteriak dan berlari kembali ke tenda.
“Tolong-tolong!” Abel panik
“Ada apa Bel?” aku mencoba menenangkan Abel
“Ayo Rin, ikut aku” Abel menarik aku ke kamar mandi
“Bu Winda, teman-teman ayo ikut!” Abel juga menarik yang lainnya
(Setibanya dikamar mandi)
            “Lihat itu!” Abel menunjuk ke arah laki-laki yang sedang terbaring dipenuhi oleh darah
            Setelah kami lihat. Ternyata laki-laki itu adalah Jhoni. Aku langsung tidak sadarkan diri melihat Jhoni dalam keadaan sudah tidak bernyawa, lalu teman-temanku membawaku kembali ke tenda. Setelah aku sadar, Abel memberiku selembar kertas yang dipenuhi oleh darah, yang ditemukan disaku celana Jhoni. Ternyata kertas itu adalah surat terakhir dari Jhoni untukku.
            “Biar aku bacakan isi surat ini Rin” kata Abel
(Abel membacakan isi surat itu sampai selelsai)

            Dari isi surat itu, ternyata Jhoni sudah lama menyimpan perasaan kepadaku. Dia bersikap cuek dan cool hanya sekedar menutupi rasa cintanya. Namun, setelah kejadian kemarin, Jhoni tidak bisa lagi memendam perasaannya. Lalu dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya kepadaku. Namun, jawaban yang aku berikan telah membuat Jhoni putus asa dan akhirnya nekad untuk bunuh diri.

Rabu, 20 September 2017

Cerpen - Pangeran Kelinci

"Pangeran Kelinci"
Siang itu, tepatnya di Taman Kelinci. Aku dan Reina sedang asyik bermain bersama kelinci-kelinci yang ada disana. Kelinci-kelinci itu sangat lucu, ingin sekali aku membawa pulang kelinci-kelinci itu.
            Panasnya terik matahari tidak mengurangi kebahagiaanku bersama Reina yang sedang asyik bermain.
            “Waaaw, coba liat Ri! Kelincinya sangat lucu. Ingin sekali aku membawanya kerumah.” Reina terlihat sangat menginginkan kelinci itu
            “Iya Rei, aku pun sama. Ingin sekali membawanya kerumah. Nyaman rasanya berada disini, di temani kelinci-kelinci yang begitu lucu.”
(Sambil menikmati keindahan di Taman Kelinci)
            “Kalau begitu, kapan-kapan kita main lagi kesini ya.”
            “Oke sip. Sekarang kita pulang yuk! Udah sore nih kayaknya.” Ajakku kepada Reina
Hari sudah mulai gelap. Aku dan Reina pun meninggalkan tempat itu, dengan mencium satu-persatu kelinci itu.
(Kami pun meninggalkan Taman Kelinci)
            Setibanya dirumah, kami langsung masuk ke kamar masing-masing. Kebetulan kamar Reina bersebelahan dengan kamarku. Aku dan Reina adalah saudara kembar. Umur Reina lebih muda dari umurku.
(Saat larut malam)
            Tiba-tiba ….
            “Rianiiiii, cepat buka pintunya! Aku ingin masuk.” Teriak Reina sambil mengetuk pintu kamarku
            “Sebentar Rei, aku sedang di kamar mandi.” jawabku
            Reina sepertinya ketakutan, entah ada apa. Dia terus-menerus mengetuk pintu kamarku. Kebetulan Ayah dan Ibu sedang pergi ke luar kota, jadi dirumah tinggal kami berdua.
(Saat kubuka pintu)
            “Ada apa Rei? Kenapa harus teriak-teriak sih? Berisik tau!.”
            “Ta..ta..di diluar terdengar ada yang mengetuk pintu.”
(Reina terlihat sangat ketakutan)
            “Siapa? Terus kenapa itu kamu membawa kelinci kesini? Bukannya itu kelinci tadi siang?” tanyaku
            “Makanya aku teriak-teriak Ri, pas aku membuka pintu tidak ada siapa-siapa diluar, yang aku lihat hanya seekor kelinci putih. Pokonya malam ini aku harus tidur di kamar kamu (titik).” Nada memaksa
            “Ya sudah, cepat masuk! Simpan kelinci itu di ujung dekat pintu. Kita kembalikan kelinci itu besok sepulang dari Kampus.”
            Keesokan harinya, saat aku bangun. Reina masih terlelap tidur, kemudian aku melihat ke ujung dekat pintu, tidak terlihat seekor kelinci putih.
“Banguuuuun Rey!” aku berteriak
            “Ada apa Riani? Masih pagi sudah teriak-teriak.”
            “Coba lihat kesana!”
(Menunjuk ke ujung dekat pintu)
            “Loh! Kelincinya kemana Ri?” Reina terlihat kaget
            “Itu yang mau aku tanyakan sama kamu, kamu bawa kemana kelinci itu?”
            “Kenapa jadi nyalahin aku Ri? Kan semalam aku langsung tidur sama kamu.” Jelas Reina
            “Ya sudah, sekarang kamu cepat mandi! Nanti sepulang dari Kampus kita lihat ke Taman Kelinci.”
            “Siap!” jawab Reina
(Reina pun pergi ke kamar mandi)
            Sepulang dari Kampus, aku dan Reina langsung menuju Taman Kelinci. Saat tiba disana, terlihat kelinci-kelinci itu menyambut kedatangan kami. Setibanya di lokasi tempat kami bermain kemarin, terlihat kelinci putih yang semalam ada dirumah.
            “Ri, coba lihat kelinci itu!”
(Menunjuk kearah kelinci putih)
            “Iya, itu kelinci semalam yang ada dirumah. Kok bisa ada disini ya?” tanyaku
            “Mana aku tau? Semalaman kelinci itu sudah membuat aku ketakutan, sekarang malah membuat aku kebingungan.” Reina mulai kebingungan
            “Ya sudah, setidaknya kita sudah memastikan ke tempat ini. Sekarang kita pulang saja. Kelinci itu sudah aman sekarang.” Ajakku kepada Reina
            Siang berganti malam, Ayah dan Ibu masih di luar kota untuk menjalankan tugas kantor. Saat aku terlelap tidur, tiba-tiba aku bermimpi. Ada seekor kelinci putih mendatangiku, kemudian kelinci putih itu berubah menjadi seorang Pangeran yang sangat tampan dengan menggunakan pakaian kerajaan. Pangeran itu menyapaku dengan tutur kata yang begitu lembut.
            “Wahai Bidadariku. Apakabarmu disana?” sapa sang Pangeran
            “Wahai Pangeran, siapakah kamu sebenarnya?” tanyaku
            “Masih ingatkah kamu, saat hendak menciumku?”
            “Apa? Mencium? Aku tidak pernah mencium siapapun, apalagi mencium Pangeran tampan sepertimu.”
            Matahari mulai bersinar, membangunkanku dari mimpi semalam. Aku terbangun dan langsung menuju kamar mandi.
(Saat aku keluar kamar)
Sudah terlihat Reina sedang sarapan. Saat aku melihat kebawah meja, terlihat seekor kelinci putih itu.
(Aku mendekat kearah meja, sambil membawa kelinci putih itu)
            “Rei, kenapa kelincinya bisa ada disini lagi?” tanyaku kebingungan
            “Iya Ri, jadi begini ceritanya. Semalam saat kamu sedang tidur, aku mendengar suara ketukan pintu lagi. Saat aku buka, seperti malam kemarin tidak ada siapa-siapa di luar, tetapi hanya ada seekor kelinci. Kali ini aku tidak ketakutan, karena ini sudah yang kedua kalinya dan aku memutuskan untuk menyimpan kelinci ini di kamar. Sengaja aku bawa keluar, karena akan aku beri makan.” Jelas Reina
(Reina membawa kelinci itu dari tanganku)
            “Kamu tidak ada rencana untuk mengembalikan kelinci itu?” tanyaku
            “Sepertinya tidak. Akan aku rawat kelinci ini.”
            “Baiklah, aku akan ikut merawat kelinci itu.”
            Kami berdua berangkat ke Kampus menggunakan mobil pribadi, tanpa membawa kelinci putih itu. Seperti hari-hari biasanya, hari ini jadwal Reina yang menyetir. Saat di perjalanan, aku menceritakan tentang mimpiku semalam kepada Reina.
(Saat diperjalanan)
            “Haha seriusan lo Ri?” nada mengejek
            “Serius Rei, aku memimpikan kelinci putih itu.” Mencoba menjelaskan
            “Ah kamu. Parno banget sih, sampai harus terbawa mimpi.”
            Setibanya di Kampus aku dan Reina melakukan pembelajaran seperti biasanya.
            Saat perjalanan pulang, terasa ada yang aneh. Sepanjang perjalanan seperti ada yang mengikuti. Saat melewati Taman Kelinci, aku meminta Reina untuk berhenti. Tetapi Reina ingin cepat pulang. Setelah aku paksa, akhirnya Reina mengalah.
(Kami berhenti di Taman Kelinci)
            “Jangan lama-lama ya Ri!”
            “Iya Rei, tidak akan lama kok.”
            “Ya sudah, ayo kita masuk.”
            “Asiikkk. Makasih banyak Rei.” Aku sangat senang
            Aku dan Reina masuk ke Taman Kelinci, di bangku tepatnya di bawah pohon beringin yang sangat besar terlihat sosok lelaki yang sedang asyik bermain dengan kelinci.
(Saat aku mendekat, tanpa menimbulkan suara)
Ya Tuhan. Dia adalah Pangeran yang datang ke mimpiku semalam.
“Rei, kamu ingat dengan mimpiku semalam yang aku ceritakan tadi pagi?”
“Iya, aku ingat. Emangnya kenapa Ri? Tanya Reina
“Coba lihat lelaki itu.”
(Menunjuk kearah lelaki yang sedang duduk dibangku)
“Dia adalah Pangeran yang datang ke mimpiku semalam.” jelasku
“Wah? Seriusan kamu Ri? Coba kamu tanya, temui dia.” Rei menyuruhku mendekati lelaki itu
“Baik akan aku coba.”
(Aku pun memberanikan diri untuk menemuinya)
Lelaki itu memakai pakaian kerajaan yang dia kenakan saat berada di mimpiku. Saat aku hendak menyapa. Tiba-tiba …
            “Ayo kemari, duduklah di sampingku.” Terdengar suara yang sangat lembut dari arah lelaki itu
“Kenapa kamu bisa tau ada aku di belakangmu?”
            “Aku bisa merasakannya.” Jelas lelaki itu
(Aku pun duduk di sampingnya)
Lelaki itu sangat tampan, wajahnya bercahaya dan tubuhnya sangat gagah. Perasaanku tidak karuan saat berada didekatnya. Tidak lama kemudian …
            “Ada apa kamu kesini? Kamu masih belum ingat siapa yang kamu cium?” lelaki itu membuka pembicaraan
            Aku terdiam, aku bingung kenapa perkataan lelaki itu sama percis dengan yang di mimpi.
            “Kenapa diam? Tidak usah bingung, aku Pangeran yang datang ke mimpimu semalam.”
            “Lalu mau apa kamu datang ke mimpiku?”
            “Kamu ingat dua hari yang lalu? Saat kamu bersama adikmu bermain disini?”
            “Ya aku ingat, lalu apa hubungannya dengan mimpi itu?”
            “Kamu ingat siapa yang pertama kali kamu cium disini?” mencoba menjelaskan
(Terdiam sejenak, mengingat kejadian dua hari yang lalu)
            “Oh iya. Seingat aku, hanya kelinci putih yang aku cium.”
            “Asalkan kamu tau, kelinci putih yang kamu cium itu adalah aku.” Jelas sang Pangeran
            “Hah! Apa? Tidak mungkin.”
Aku sangat kaget, saat mendengar penjelasan darinya. Ternyata kelinci putih yang sangat lucu itu adalah seorang Pangeran tampan.
            “Kamu tidak usah takut, kelinci itu memang aku. Asalkan kamu tau juga, kamu adalah orang yang pertama kali menciumku.”
(Sambil memegang tanganku)
            “Aku minta maaf, atas kelancanganku Pangeran.” Sambil menangis
            “Kamu jangan khawatir, dan kamu jangan bersedih.”
(Pangeran pun mengusap air mataku)
“Pada saat kamu menciumku, sebenarnya kamu telah membantuku menghilangkan kutukan ini. Sehingga aku bisa berubah wujud menjadi manusia kembali, setelah beberapa tahun menjadi seekor kelinci.”
“Apa? Kutukan?”
“Ya, Kutukan. Aku sangat berterimakasih kepadamu. Itu alasanku kenapa aku datang kedalam mimpimu.” Pangeran terus menjelaskan yang sebenarnya
            “Lalu sekarang aku harus bagaimana?”
(Masih terus menangis, karena rasa bersalah)
            “Untuk membayar semuanya. Maukah kamu menjadi Ratu di Kerajaanku? Maukah kamu menikah denganku dan ikut bersamaku ke Istana?”
(Sambil berlutut dan menggenggam kedua tanganku)
            “Tapi bagaimana dengan keluargaku?”
            “Kamu jangan khawatir. Mereka bisa ikut denganmu ke Istana.”
            “Benarkah? Kalau begitu, aku mau menikah denganmu.”
Akhirnya, aku dan Pangeran pergi ke Istana dan menikah disana. Keluargaku ikut ke Istana dan tinggal bersamaku disana.

Aku dan Pangeran hidup bahagia, Kelinci-kelinci pun ikut merasakan kebahagiaan kami berdua.

Minggu, 29 November 2015

Puisi - Rindukan Sosok IBU

PUISI
Karya: Widy Lillah Pratiwi Nugraha




Dalam gelap malam
Kini kurasakan kesepian
Rasa ingin bertemu,
Dengan sosok seorang “IBU”
Aku merindukanmu “IBU”
Rintik hujan membasahiku
Dengan penuh rasa bersalah,
Ku teteskan air mataku

“IBU” ...
Rasa rindu ini terus menghantui
Hanya sepi yang kini kurasakan
Air mata ...
Air mata terus menetes di pipi
Hanya air mata yang kini menemani
Ingin rasanya bertemu denganmu “IBU”
Namun, waktu belum dapat berbicara

“IBU” ...
Hanya satu kata yang dapat ku ucap
Hanya kata maaf yang dapat ku ucap
“IBU” ...
Di ujung sepi kumerindukanmu
Dalam sepi kumerindukan kasih sayangmu
Tiada lagi ...
Tiada lagi sosok “IBU”dalam hidupku
Selain engkau
Aku merindukanmu “IBU

Kamis, 22 Mei 2014

Contoh Sambutan Perpisahan Kelas 9

Assalamualaikum wr. Wb.

Yang terhormat, Ketua Dewan Komite beserta anggota.
Yang terhormat, Kepala SMP Negeri 2 Cipeundeuy.
Bapak/ibu guru beserta Staf TU, yang saya hormati.
Bapak/ibu orang tua/wali siswa kelas IX, yang saya hormati.
Dan tidak lupa teman-teman kelas IX beserta adik kelas, yang saya sayangi dan saya banggakan.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Serta rahmat dan salam senantiasa di curah-ruahkan kepada junjunan nabi besar Muhammad saw.
Alhamdulillah, pada kesempatan ini  kita semua  dapat  berkumpul  dalam suatu acara yang berbahagia dan  penuh makna.

Bapak,  ibu yang saya hormati.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa pada kesempatan ini saya selaku perwakilan  dari kelas IX akan menyampaikan  sepatah dua patah kata, yang ada hubungannya dengan acara perpisahan ini.
Yang pertama, atas nama siswa kelas IX, kami ucapkan terimakasih kepada bapak/ibu guru yang telah membimbing serta mendidik kami selama kami menjadi siswa disini, sehingga kami menjadi mengerti dan mengetahui. Itu semua, berkat uluran tangan dan budi baik dari bapak/ibu guru yang telah sabar dalam mendidik dan membimbing kami. Untuk itu sekali lagi kami ucapkan terimakasih. Semoga, itu semua menjadi amal baik dari bapak/ibu guru yang mudah-mudahan  di balas oleh Allah swt. Amin.
Kami  mohon maaf, apabila selama kami berada di sekolah ini, kami  sering berbuat kesalahan kepada bapak/ibu guru dan kami mohon maaf apabila ada tutur kata yang menyakitkan bapak/ibu guru. Begitu juga kami mohon do’a restu dari bapak/ibu guru, semoga kami dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selanjutnya, kepada adik-adik yang kakak banggakan, kakak harap kalian bisa lebih meningkatkan persetasi sekolah melebihi prestasi kakak-kakak yang akan meninggalkan sekolah ini.

Hanya itu yang dapat saya sampaikan sebagai perwakilan dari kelas IX. Mohon maaf apabila ada kekurangan. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamualaikum wr. Wb.


Carpon - Lalampahan Cinta Si Emod

“Lalampahan Cinta Si Emod”

            Panon poé geus katempo ti palebah kidul, kuring geus singkil kusabab aya jangji jeung mawar bodas. Rek ulin ngabebenjokeun mawar bodas, kuring kakara ngabogaan mawar bodas, nya neng Mimin ngaranna.
            Saméméh indit, kuring manaskeun heula si Jagur, eta kuda tukang nganganteur kuring kamamana. Awak geus seungit kalawan minyak seungit, bari manaskeun motor kuring pamit ka indung.
            “ Mak, Emod pamit nya rek ngajak ulin neng Mimin”. Kuring sasalaman jeung indung
            “Heueuh jang, kade dijalanna”. Indung ngadu’akeun
            Kuring tuluy indit, mapagkeun mawar bodas. Eh geuning, neng Mimin geus nungguan disisi jalan.
            “Hayu neng, atos siap?”
            “Hayu atos kang”.
            “Ieu neng angge helmna”. Kuring nyodorkeun helm
            “Oh muhun kang”.
            Kuring jeung neng Mimin leos mangkat, tujuan kuring rek ulin ka Ciwidey. Nya lumayan lah ti Cikalong ka Ciwidey teh lain jarak deukeut.
            Geus satengah jalan, ngadak-ngadak si Jagur pareum. Beak bengsin geuning. Jabaning ieu jalan teh jauh timamana. Luak-lieuk euweuh tukang bengsin. Nya kapaksa kuring jeung neng Mimin ngadodorong motor nepi ka manggih tukang bengsin.
            “Neng, hampura nya, ieu si Jagur ngadon ngagawekeun ka neng”. Bari tuluy ngadorong motor
“Ah, teu sawios kang, kanggo pangalaman”. Nembalna mani leumeus pisan
            “Lamun neng cape mah, keun wios ku akang we nyalira didorongna”. Ngareureuhkeun ka cape neng Mimin
            Eh, teu kungsi lila aya tukang bengsin di sisi jalan. Kuring rada atoh, kusabab ieu suku geus beurat lengkah, beuteung geus disada wae.
            “Aduh neng, itu aya tukang bengsin”. Kuring bungah
            “Muhun kang, hayu atuh enggalkeun dorong motorna”.
            Kuring  hageut ngadorong motor, kusabab geus teu sabar hayang tereh nepi.
            “Mang, bengsinna opat leter”. Kuring teu ninggali heula saku
            “30 rebueun jang”. Ceuk tukang bengsin
            Pas kuring ngodok saku, kuring reuwas. Teu kacabak duit sarebu-rebu acan. Kuring bingung, rek menta ka neng Mimin asa teu mungkin.
            “Kunaon kang? Lain gera bayar”.
            “A….a….anu neng, dompet akang tinggaleun. Akang teu nyakuan duit sarebu-rebu acan”.
            “Kumaha atuh kang, da neng ge teu mawa duit pisan”.
            “Nya enggeus atuh ayeuna mah, sok buru neng naek! Urang kabur”.
            Kuring jeung neng Mimin mangpret, tukang bengsin rada ngudag. Tapi kuring mawa motor geus jiga pambalap alias Valentina Rossi, sugan eta oge. Perjalanan beuki jauh, kuring ngadak-ngadak poho jalan, beuki dieu asa beuki geu’eum.
            “Neng, naha jalan teh asa beuki geu’eum nya?”
            “Enya kang, bener kitu ieu jalanna?” kalah malik nanya
            “Teuing nyaeta neng, akang ngadadak poho jalan”.
            Beuki jauh, beuki geu’eum. Beuki hieum ku tatangkalan. Waktu geus nuduhkeun jam 5 burit. Beuteung geus disada wae. Rek balik deui poho jalanna. Kuring jeung neng Mimin tuluy kukurilingan dina eta jalan. Neangan jalan kaluar, poe beuki poek. Teu kungsi lila, neng Mimin ngadenge sora anu ngahaleuang. Bener gening, eta sora nu hajat. Kabeneran beuteung geus disada wae.
            “Sok mangga teras”. Ceuk anu jaga parasmanan
            Kuring jeung neng Mimin tuluy nyokot alas. Untungna neng Mimin mawa amplop kosong. Bari sasalaman eta amplop kosong dibikeun. Nu boga hajat rada bingung.
            “Mah, eta tamu ondangan mamah lain?” ceuk bapana
            “Lain pak. Ah, babaturan si neng sugan”. Tembal indung nudingkeun ka budak awewena
            “Si neng mah asa teu boga babaturan siga kitu”.
            “Ah nya keun bae, batur si aa na sugan” nudingkeun deui ka panganten lalaki
            Pangantenna datang. Tuluy nanyakeun.
            “Mah, ari nu bieu saha?” ceuk panganten awewe
            “Teuing nyaeta, sugan teh batur si aa”. Tembal indungna
            “Sanes mah, aa mah teu wawuh”. Ceuk panganten lalaki
            “Ah, boa-boa anu nipu. Hayu udag!” ceuk bapana
            Kuring jeung neng Mimin di udag tuluy digebugan. Teu kungsi lila, baju kuring jibrug ku cai.
            “Kemooooooooooooooodd!!! Hudang siah geus beurang, montong molor wae”. Indung kuring ngahudangkeun bari manjur ku cai saember
            “Euleuh, si horeng gening bieu teh ngimpi”. Kuring ngahuleung
            Teu kungsi lila, hape kuring disada. Pas ditinggali, geuning sms ti neng Mimin. Anu matak nyieun reuwas , eusi sms na teh “Kang, punten. Neng moal tiasa janten angkat sareng akang. Neng nyungkeun putus ayeuna keneh”.

            Kuring ngahuleung, hudang sare geus jibrug ku cai saember ditambahan jibrug ku cai panon. Kakarek oge kamari jadian jeung neng Mimin teh, euleuh ayeuna geus putus deui.

Selasa, 28 Januari 2014

Lyric Lagu Tanpamu Sahabat - Widy Lillah Pratiwi Nugraha


Tanpamu Sahabat
Cipt. Widy Lillah Pratiwi Nugraha

Chor  1:
Kau yang selalu ada di sampingku
Kau yang selalu ada saat ku bersedih
Kau yang selalu ada saat aku gundah
Kau yang selalu hadir saat ku sendiri

                                    Di saat ku bersedih engkau selalu ada
                                    Di saat ku bahagia engkau selalu ada
                                    Dirimu yang selalu membuatku bahagia
                                    Dirimu yang selalu membuatku gairaaaahh ..
Reef:
Sahabat ooo.. sahabat
Tanpamu apalah jadinya aku
Sendiri dalam kesunyian ini
Kau yang selalu ada di hidupku

                                     Sahabat ooo.. sahabat
                                     Dirimu yang selalu ada untukku
                                     Sahabat ooo.. sahabat

                                     Engkaulah hidup dan matiku.

Cerpen - Misteri Cinta di Seperempat Perjalanan

“Misteri Cinta di Seperempat Perjalanan”             Suara burung mulai berkicauan. Sinar matahari sudah mulai menyinari alam semesta. ...